Kita hidup di era dimana otak nggak pernah benar-benar diam. Saat kerja, kita multitasking dengan notifikasi. Saat istirahat, kita tetap scroll. Akhirnya, tubuh dan pikiran terasa lelah bahkan sebelum hari berakhir. Kenapa bisa begitu? Ada fenomena yang makin nyata: generasi yang overstimulated. Tanpa harus kerja fisik berat, hanya dengan scrolling dan menerima rangsangan digital terus-menerus, energi kita bisa terkuras habis.
Generasi yang Selalu “On”, Ketika Otak Nggak Pernah Benar-Benar Istirahat
Di era digital sekarang, kita hidup dalam dunia yang nggak pernah benar-benar berhenti bergerak. Notifikasi masuk setiap menit, algoritma terus menyodorkan konten baru, dan rasa takut ketinggalan (FOMO) bikin kita nggak mau jauh dari layar. Dari bangun tidur sampai sebelum tidur lagi, otak kita terus menerima rangsangan tanpa jeda, entah itu dari video TikTok, update berita, atau sekadar notifikasi WhatsApp grup kantor.
Kondisi ini menciptakan fenomena yang dikenal sebagai “overstimulation”, yaitu saat otak terlalu banyak menerima informasi atau rangsangan sensorik hingga kewalahan memprosesnya. Sama seperti mesin yang dipaksa bekerja tanpa istirahat, otak kita pun bisa overheat.
Lebih parahnya lagi, platform digital justru didesain untuk membuat kita tetap terstimulasi. Setiap swipe membawa kejutan baru, setiap notifikasi memicu dopamin, dan setiap like menciptakan rasa senang sementara yang bikin ketagihan. Siklus inilah yang menjebak banyak orang dalam pola scrolling tanpa henti, di mana istirahat justru terasa seperti kehilangan sesuatu. Otak kita sebenarnya tidak dirancang untuk selalu aktif. Ia butuh waktu tenang untuk memproses informasi dan mengisi ulang energi mental. Namun di era digital, bahkan momen “diam” sering kali diisi dengan scrolling.
Tanda - Tanda Kamu Udah Overstimulated
Overstimulation bukan cuma soal kelelahan fisik, tapi kelelahan mental yang halus dan sering diabaikan. Beberapa tanda paling umum antara lain:
Gampang cemas tanpa sebab jelas.
- Sulit menikmati momen hening.
- Otak terasa “penuh”, tapi susah fokus.
- Tidur cukup, tapi tetap bangun dalam keadaan capek.
- Nggak bisa diam tanpa buka HP atau dengerin sesuatu.
Kita sering mengira itu cuma burnout kerjaan, padahal bisa jadi otak kita terlalu kebanjiran stimulasi. Misalnya, setelah meeting online berjam-jam, kita “istirahat” dengan buka TikTok. Padahal itu bukan istirahat, tapi sekadar mengganti sumber stimulasi.
Dalam jangka panjang, kebiasaan ini bisa memicu stres kronis, gangguan tidur, dan menurunkan produktivitas. Otak kehilangan kemampuan untuk deep focus, dan setiap kali mencoba bekerja serius, muncul dorongan impulsif untuk cek HP.
Kenapa Scrolling Bikin Capek: Dopamine Trap
Scrolling media sosial seperti reward kecil yang terasa menyenangkan di awal. Setiap konten baru, setiap like, atau video lucu yang muncul, semuanya memicu pelepasan dopamin, zat kimia di otak yang mengatur rasa senang dan motivasi.
Masalahnya, sistem dopamin ini cepat terbiasa. Otak akhirnya butuh lebih banyak stimulasi untuk mendapatkan efek yang sama. Jadi, kalau dulu satu video lucu bisa bikin kamu senang, sekarang butuh nonton 20 video biar terasa “lega”. Siklus ini membuat otak terjebak dalam loop tanpa akhir, terus mencari hiburan baru tapi nggak pernah benar-benar puas.
Inilah kenapa kita bisa merasa capek banget padahal “cuma rebahan dan scrolling”. Otak sebenarnya sedang bekerja keras memproses informasi cepat, emosi campur aduk, dan perubahan visual terus-menerus. Secara neurologis, itu mirip seperti multitasking berat yang bikin energi mental cepat habis.
Cara Me-reset Otak dari Overstimulation
Kabar baiknya, overstimulation bisa dikurangi. Nggak harus langsung detox digital total, tapi bisa mulai dari hal-hal kecil seperti:
- Buat waktu tanpa layar. Misalnya, satu jam sebelum tidur tanpa HP, atau no-scroll time di pagi hari.
- Batasi jumlah konten. Bukan cuma durasi, tapi juga jenis konten. Pilih yang beneran menambah nilai, bukan sekadar bikin scroll berlanjut.
- Ganti hiburan aktif dengan pasif. Baca buku, jalan sore, atau dengar musik tanpa buka aplikasi lain.
- Sadari pola dopaminmu. Setiap kali tangan refleks ambil HP, tanya diri sendiri: “Aku beneran butuh hiburan, atau cuma pengen distraksi?”
Tujuannya bukan untuk jadi “anti teknologi”, tapi untuk mengambil kembali kendali atas perhatian kita. Dengan memberi ruang tenang bagi otak, kemampuan fokus, berpikir jernih, dan menikmati hal sederhana bisa perlahan kembali.
Menjadi bagian dari overstimulated generation bukan hal yang memalukan, tetapi ini tanda bahwa kita hidup di masa di mana informasi datang lebih cepat daripada kemampuan otak kita memprosesnya.
Tapi di tengah derasnya arus konten dan distraksi, belajar untuk diam dan merasa cukup adalah bentuk perlawanan kecil yang penting. Kadang, cara terbaik untuk “produktif” justru dengan berhenti sejenak.
Jadi, kalau kamu sering merasa capek padahal nggak ngapa-ngapain, mungkin bukan tubuhmu yang lelah, tapi otakmu yang butuh istirahat dari dunia yang terlalu ramai.