Di era digital yang serba cepat, generasi Z (Gen Z) tumbuh dengan banjir informasi dari berbagai platform: TikTok, Instagram Reels, YouTube Shorts, hingga Twitter/X. Mereka bisa berpindah dari satu konten ke konten lain dalam hitungan detik. Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar: apakah attention span Gen Z benar-benar lebih pendek?

Artikel ini akan membahas bagaimana perilaku digital Gen Z terbentuk, apa dampaknya bagi brand, dan strategi marketing yang relevan untuk menarik perhatian mereka di tengah arus konten yang tak ada habisnya.

Attention Economy: Kenapa Fokus Jadi Sesuatu yang Berharga

Banyak penelitian mengklaim attention span Gen Z hanya sekitar 8 detik, lebih pendek dari generasi sebelumnya. Namun, faktanya, bukan berarti mereka tidak bisa fokus. Justru, Gen Z memiliki kemampuan selektif dalam mengonsumsi konten.

Mereka cepat memutuskan apakah sebuah konten layak mendapat perhatian lebih lanjut. Artinya, tantangan brand bukan sekadar membuat konten panjang atau pendek, tetapi bagaimana membuat konten yang relevan sejak detik pertama.

Faktor Digital Pembentuk Pola Konsumsi Gen Z

Kenapa Gen Z seperti ini? Ada beberapa faktor yang membentuk pola konsumsi digital mereka:

  1. Overload Informasi
    Menurut laporan DataReportal 2025, rata-rata Gen Z menghabiskan 5–7 jam per hari di media sosial. Bayangkan, ribuan konten berseliweran di feed mereka setiap hari. Otak mereka pun beradaptasi dengan cara menyaring cepat konten yang tidak menarik.
  2. Budaya Konten Singkat
    TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts menormalisasi durasi singkat. Video 15–30 detik dianggap cukup untuk menghibur, memberi informasi, bahkan menjual produk. Kebiasaan ini melatih Gen Z untuk lebih memilih konten singkat dibanding teks panjang.
  3. Multitasking Digital
    Gen Z sering melakukan lebih dari satu aktivitas digital sekaligus: sambil nonton YouTube, mereka juga scroll Instagram; sambil belajar, mereka dengar podcast atau musik. Multitasking ini membuat mereka terbiasa berpindah fokus dengan cepat.
  4. Dopamin Instan
    Setiap notifikasi, like, atau video baru memberi efek dopamin. Semakin cepat reward didapat, semakin cepat pula mereka menginginkan stimulus berikutnya. Hal inilah yang membuat Gen Z lebih suka konten singkat, interaktif, dan menghibur.

Kenapa Brand Perlu Peduli dengan Attention Span Gen Z

Gen Z saat ini adalah kekuatan pasar terbesar setelah milenial. Menurut Bloomberg, mereka menyumbang lebih dari 30% populasi global dan memiliki daya beli kolektif triliunan dolar. Tidak hanya itu, mereka juga trendsetter: apa yang disukai Gen Z seringkali menular ke generasi lain.

Jika brand gagal menarik perhatian mereka dalam 3–5 detik pertama, maka pesan brand akan hilang di tengah banjir konten. Sebaliknya, jika brand mampu menyesuaikan strategi, mereka akan mendapat engagement tinggi, word of mouth organik, dan loyalitas jangka panjang.

Singkatnya: perhatian Gen Z adalah mata uang baru di era digital.

Konten Singkat, Visual Kuat: Resep Menarik Gen Z

Bagi Gen Z, kesan pertama adalah segalanya. Itulah kenapa konten brand harus punya daya tarik instan. Beberapa resep yang terbukti efektif adalah:

  • Hook dalam 3 Detik Pertama
    Gen Z harus langsung “terpancing” dari awal. Bisa berupa pertanyaan provokatif (“Pernah nggak sih…?”), statement mengejutkan, atau visual unik.
  • Visual dan Audio yang Kuat
    Gunakan subtitle bold, musik trending, atau efek visual yang cepat dipahami. Gen Z cenderung lebih menyukai konten yang bersifat immersive.
  • Snackable Content
    Sajikan informasi rumit dalam bentuk potongan singkat yang mudah dipahami. Misalnya, alih-alih membuat video edukasi 5 menit, pecah menjadi 5 video 30 detik.
  • Konten Interaktif
    Challenge, polling, duet video, atau komentar terbuka akan membuat Gen Z merasa dilibatkan, bukan sekadar penonton pasif.

Namun, penting dicatat: konten panjang tidak mati. Gen Z masih menonton podcast 2 jam atau live gaming 5 jam. Bedanya, mereka hanya akan meluangkan waktu jika kontennya relevan, relatable, dan engaging.

Studi Kasus: Creator & Brand yang Menangkap Perhatian Gen Z

  1. Deddy Corbuzier Podcast
    Kontennya bisa 2 jam, tapi setiap episodenya dipotong jadi cuplikan singkat (snackable) di TikTok/Instagram. Hasilnya, audiens yang penasaran akhirnya menonton versi panjangnya.
  2. Windah Basudara (YouTuber Gaming)
    Meski dikenal lewat live streaming berjam-jam, ia berhasil mempertahankan audiens dengan storytelling personal dan potongan konten pendek di platform lain.
  3. Kopi Kenangan
    Brand F&B ini sering membuat konten lucu, singkat, dan relatable di Reels. Hasilnya, brand awareness mereka tetap tinggi meski pasar kopi sudah jenuh.

Ketiganya menunjukkan pola yang sama: kombinasi konten singkat untuk hook awal + konten panjang untuk engagement mendalam.

Fenomena scroll cepat Gen Z bukan berarti mereka tidak bisa fokus. Justru, mereka lebih cerdas dalam memilih konten. Bagi brand, ini adalah peluang emas: jika berhasil memikat dalam hitungan detik, brand bisa mendapatkan loyalitas jangka panjang.

Aturannya sederhana: beri hook cepat, sajikan konten bermakna, dan libatkan audiens.

Gen Z bukan generasi yang kehilangan fokus, melainkan generasi yang tahu mana yang layak diperhatikan. Dengan strategi digital marketing yang tepat, brand bisa mengubah tantangan attention span ini menjadi kesempatan untuk membangun hubungan yang lebih kuat.

Ingin tahu cara membuat konten yang bisa “nyantol” dalam 3 detik pertama dan tetap relevan di berbagai platform? SevenAds siap membantu brand Anda dengan strategi konten kreatif, data-driven, dan sesuai tren Gen Z. Yuk, hubungi SevenAds sekarang dan mulai bangun engagement bermakna bersama audiens Gen Z Anda!