Beberapa tahun terakhir, kita mulai sering melihat logo brand-brand besar tampil lebih simpel. Mulai dari Toyota, McDonald's, sampai KIA—semuanya kompak mengubah wajah visual mereka menjadi lebih minimalis. Fenomena ini dikenal sebagai debranding, alias upaya brand untuk merampingkan elemen visual demi tampil lebih modern dan relevan.
Tapi, kenapa brand besar justru memilih tampil sederhana di era yang serba kompetitif ini?
Minimalis Jadi Gaya Baru
Menurut banyak pengamat desain, termasuk Ignatius Untung—praktisi pemasaran dan ilmu perilaku—tren visual kini bergerak ke arah yang lebih ringkas dan bersih. Gaya yang dulunya penuh efek, gradasi, dan bentuk 3D, kini digantikan dengan desain datar, warna solid, dan tampilan flat yang lebih kalem.
Desain minimalis ini bukan cuma mengikuti selera zaman. Secara teknis, logo simpel jauh lebih mudah diaplikasikan ke berbagai media, mulai dari kemasan, tampilan digital, sampai materi promosi lainnya. Apalagi di era digital seperti sekarang, visual yang bersih jauh lebih cepat dimuat dan nyaman dilihat di layar.
Ketika Tren Jadi Tekanan
Tren debranding juga dipengaruhi oleh fenomena psikologis yang disebut bandwagon effect, yaitu kecenderungan untuk ikut arus ketika melihat banyak pihak lain sudah melakukannya. Saat satu brand besar merampingkan logo, brand lain jadi merasa perlu melakukan hal serupa agar tak terlihat kuno.
Persepsi publik ikut berperan di sini. Konsumen cenderung mengasosiasikan tampilan lama sebagai “jadul” atau ketinggalan zaman. Akibatnya, meski produknya tetap berkualitas, citra brand bisa ikut turun hanya karena tampilannya dianggap kurang segar.
Lebih Simpel, Lebih Nempel
Logo yang terlalu rumit bisa menyulitkan otak untuk mengenali dan mengingat. Ini berkaitan dengan konsep processing fluency—semakin ringan informasi diproses otak, semakin mudah diingat. Jadi, saat logo yang tadinya kompleks disederhanakan, konsumen bisa lebih cepat mengenali dan mengingatnya.
Contohnya, coba bandingkan logo dengan banyak warna dengan logo yang hanya punya satu atau dua warna. Mana yang lebih cepat kamu kenali saat melihat sekilas? Nah, itulah kekuatan visual yang sederhana.
Nggak Cuma Soal Gaya
Menyederhanakan logo bukan sekedar ikut-ikutan atau asal ganti tampilan. Di baliknya, ada pertimbangan strategi, mulai dari efisiensi digital, kemudahan adaptasi, hingga usaha membentuk kesan yang lebih kekinian di mata audiens.
Meski begitu, debranding bukan kewajiban. Tidak semua brand harus melakukannya. Tapi walaupun ingin mengikuti tren ini, penting untuk tahu tujuannya apa dan bagaimana perubahan itu bisa memperkuat identitas brand, bukan sekadar membuatnya terlihat “modern”.
Kalau ingin brand kamu tetap standout di tengah tren visual yang makin minimalis, saatnya kolaborasi bareng SevenAds. Kami bantu rancang strategi kreatif yang relevan tanpa bikin brand kamu kehilangan karakter. Yuk diskusi di [email protected] atau kunjungi Website SevenAds.